Dr. Jonathan Rosman dan Dr. Philip Resnick membagi necrophilia menjadi tiga jenis:
Pertama, necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual.
Kedua, regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kesenangan seksual.
Ketiga, necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya.
Berdasarkan riset terhadap 122 kasus yang terjadi, sebagian besar penderitanya masuk dalam golongan kedua. Separuh dari mereka bekerja di kamar mayat atau perusahaan pemakaman.
Berikut ini beberapa contoh kasus yang pernah terjadi:
Seorang penggali kubur di Italia mengaku bergairah dan melakukan masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis. Kegiatan seksual tak lazim itu dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam pengakuannya, ia mengatakan sudah bercumbu dengan ratusan mayat yang dikuburkannya. Dalam seminggu, ia melakukan aktivitas seks dengan mayat antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak perempuan yang masih remaja.
Sejarah mencatat hal serupa terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benar-benar membusuk. Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun.
Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.
Mengapa wanita ini memiliki kelainan itu?
Dalam pengakuannya ia mengatakan tak pernah mampu mendapatkan kepuasan seks dari laki-laki yang masih hidup. Penyebabnya, ia pernah mengalami kejadian mengerikan, dianiaya kemudian diperkosa seorang laki-laki. Nah, ketika berhubungan seks dengan mayat, ia bisa melakukannya tanpa perlu merasa ketakutan. Ia merasa lebih aman, dan tidak merasa terancam. Agar penis si mayat bisa melakukan penetrasi, ia memasang pompa di bawah kulit penis korbannya.
Sekitar 60 persen penderita necrophilia menderita gangguan kejiwaan, bahkan 10 persen diantaranya dikategorikan sebagai "orang gila". Pekerjaan mereka memang tak jauh-jauh dari urusan mayat. Ada perawat rumah sakit, pegawai perusahaan pemakaman, petugas kamar mayat, pendeta, penggali kubur dan sebagian kecil diantaranya tentara.
Tindakan asusila terhadap mayat kebanyakan terjadi sebelum dikuburkan. Tetapi ada beberapa kasus dimana mayat digali dari kuburannya.
Pada tahun 1985, di Italia, seorang gadis berusia 15 tahun dikuburkan setelah meninggal akibat cedera kepala yang dideritanya. Dua hari kemudian, kuburannya ditemukan terbuka. Mayat si gadis tak lagi berada di dalam peti tetapi terbaring di atas peti. Baju putih yang dikenakannya tersingkap sampai ke pangkal paha. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui ia telah diperkosa. Dari dua sekop yang tertinggal di makamnya, pelakunya diduga lebih dari seorang.
Ahli neurologi Jerman, Richard von Krafft-Ebing, termasuk ilmuwan pertama yang membeberkan kasus necrophilia dalam bukunya Psychopathia Sexualis, tahun 1886.
Dalam catatannya, ia menulis peristiwa yang terjadi tahun 1849. Perihal seorang laki-laki yang gemar mencincang binatang sejak kanak-kanak. Ia tumbuh menjadi lelaki dewasa yang sering berfantasi melakukan penyiksaan. Pada tahun itu, dengan tangan kosong, ia menggali sejumlah mayat yang baru dikubur di sebuah pemakaman di Paris, kemudian berhubungan seks dengan mereka. Tak hanya itu, pria ini mencincang mayat-mayat tersebut dengan sekop dan membiarkan dagingnya bertebaran di sekitar kuburan. Fakta di lapangan menunjukkan ia mengunyah sebagian daging-daging itu. Salah satu korbannya, mayat anak laki-laki berusia 7 tahun. Meski tertangkap dan dikenai 15 tuduhan, ia hanya dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Di persidangan ia mengaku tak dapat mengendalikan dirinya.
Kasus lain yang tercatat, melibatkan pemilik perusahaan pemakaman yang mengaku sudah berhubungan intim dengan lebih dari 100 mayat yang diurusnya. Kadang-kadang, ia menggali kembali mayat yang sudah dikuburnya dan membawanya pulang. Ketika rumahnya digeledah, polisi menemukan mayat gadis kecil berusia 3 tahun yang sudah membusuk dan hancur. Ia mengaku jatuh kasihan pada gadis cilik yang meninggal akibat penyakit cukup parah itu. Setelah dikuburkan, ia mencuri mayatnya dan melakukan seks oral, dengan harapan dapat menyembuhkan penyakitnya dan menghidupkannya kembali. Ia bahkan membaringkan mayat anak kecil itu di sampingnya ketika tidur. Polisi juga menemukan mayat gadis ABG berusia 13 tahun yang disebutnya "Mempelaiku". Ia menciuminya dari waktu ke waktu, dan membaringkannya di meja di samping tempat tidurnya.
Ada pula kasus seorang laki-laki bernama Henri Blot, yang ditahan di Prancis berkaitan dengan kasus necrophilia. Suatu hari, seorang balerina meninggal dunia, dan Blot membongkar kuburannya. Selesai melakukan aktivitas seksual, Blot tertidur, dan terbangun ketika penjaga kuburan memergokinya berada di dalam liang kubur. Setelah diperiksa, mayat tersebut terbukti telah diperkosa, dan Blot ditahan. Dalam persidangan dengan enteng ia berkata, "Setiap laki-laki punya selera sendiri soal seks. Selera saya sih pada mayat."
Pemberlakukan UU anti necrophilia di California, disambut gembira sejumlah pihak, diantaranya Prof Tyler Ochoa, dari Santa Clara University School of Law yang sudah lama menggeluti kasus-kasus necrophilia.
"Beberapa kejadian selama 10 tahun terakhir cukup untuk mengeluarkan peraturan dalam bentuk UU yang menyatakan dengan tegas necrophilia melanggar hukum," katanya.
"Selama ini, jaksa tak punya "senjata" apapun untuk menuntut pelaku necrophilia. Kasus semacam ini biasanya dibatalkan dan dicatat saja," lanjut Ochoa. Namun diakuinya, kasus ini cukup sulit ditangani bila melibatkan orang-orang yang bekerja di perusahaan pemakaman atau kamar mayat. (zrp/Reuters/berbagai sumber)
Pertama, necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual.
Kedua, regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kesenangan seksual.
Ketiga, necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya.
Berdasarkan riset terhadap 122 kasus yang terjadi, sebagian besar penderitanya masuk dalam golongan kedua. Separuh dari mereka bekerja di kamar mayat atau perusahaan pemakaman.
Berikut ini beberapa contoh kasus yang pernah terjadi:
Seorang penggali kubur di Italia mengaku bergairah dan melakukan masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis. Kegiatan seksual tak lazim itu dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam pengakuannya, ia mengatakan sudah bercumbu dengan ratusan mayat yang dikuburkannya. Dalam seminggu, ia melakukan aktivitas seks dengan mayat antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak perempuan yang masih remaja.
Sejarah mencatat hal serupa terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benar-benar membusuk. Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun.
Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.
Mengapa wanita ini memiliki kelainan itu?
Dalam pengakuannya ia mengatakan tak pernah mampu mendapatkan kepuasan seks dari laki-laki yang masih hidup. Penyebabnya, ia pernah mengalami kejadian mengerikan, dianiaya kemudian diperkosa seorang laki-laki. Nah, ketika berhubungan seks dengan mayat, ia bisa melakukannya tanpa perlu merasa ketakutan. Ia merasa lebih aman, dan tidak merasa terancam. Agar penis si mayat bisa melakukan penetrasi, ia memasang pompa di bawah kulit penis korbannya.
Sekitar 60 persen penderita necrophilia menderita gangguan kejiwaan, bahkan 10 persen diantaranya dikategorikan sebagai "orang gila". Pekerjaan mereka memang tak jauh-jauh dari urusan mayat. Ada perawat rumah sakit, pegawai perusahaan pemakaman, petugas kamar mayat, pendeta, penggali kubur dan sebagian kecil diantaranya tentara.
Tindakan asusila terhadap mayat kebanyakan terjadi sebelum dikuburkan. Tetapi ada beberapa kasus dimana mayat digali dari kuburannya.
Pada tahun 1985, di Italia, seorang gadis berusia 15 tahun dikuburkan setelah meninggal akibat cedera kepala yang dideritanya. Dua hari kemudian, kuburannya ditemukan terbuka. Mayat si gadis tak lagi berada di dalam peti tetapi terbaring di atas peti. Baju putih yang dikenakannya tersingkap sampai ke pangkal paha. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui ia telah diperkosa. Dari dua sekop yang tertinggal di makamnya, pelakunya diduga lebih dari seorang.
Ahli neurologi Jerman, Richard von Krafft-Ebing, termasuk ilmuwan pertama yang membeberkan kasus necrophilia dalam bukunya Psychopathia Sexualis, tahun 1886.
Dalam catatannya, ia menulis peristiwa yang terjadi tahun 1849. Perihal seorang laki-laki yang gemar mencincang binatang sejak kanak-kanak. Ia tumbuh menjadi lelaki dewasa yang sering berfantasi melakukan penyiksaan. Pada tahun itu, dengan tangan kosong, ia menggali sejumlah mayat yang baru dikubur di sebuah pemakaman di Paris, kemudian berhubungan seks dengan mereka. Tak hanya itu, pria ini mencincang mayat-mayat tersebut dengan sekop dan membiarkan dagingnya bertebaran di sekitar kuburan. Fakta di lapangan menunjukkan ia mengunyah sebagian daging-daging itu. Salah satu korbannya, mayat anak laki-laki berusia 7 tahun. Meski tertangkap dan dikenai 15 tuduhan, ia hanya dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Di persidangan ia mengaku tak dapat mengendalikan dirinya.
Kasus lain yang tercatat, melibatkan pemilik perusahaan pemakaman yang mengaku sudah berhubungan intim dengan lebih dari 100 mayat yang diurusnya. Kadang-kadang, ia menggali kembali mayat yang sudah dikuburnya dan membawanya pulang. Ketika rumahnya digeledah, polisi menemukan mayat gadis kecil berusia 3 tahun yang sudah membusuk dan hancur. Ia mengaku jatuh kasihan pada gadis cilik yang meninggal akibat penyakit cukup parah itu. Setelah dikuburkan, ia mencuri mayatnya dan melakukan seks oral, dengan harapan dapat menyembuhkan penyakitnya dan menghidupkannya kembali. Ia bahkan membaringkan mayat anak kecil itu di sampingnya ketika tidur. Polisi juga menemukan mayat gadis ABG berusia 13 tahun yang disebutnya "Mempelaiku". Ia menciuminya dari waktu ke waktu, dan membaringkannya di meja di samping tempat tidurnya.
Ada pula kasus seorang laki-laki bernama Henri Blot, yang ditahan di Prancis berkaitan dengan kasus necrophilia. Suatu hari, seorang balerina meninggal dunia, dan Blot membongkar kuburannya. Selesai melakukan aktivitas seksual, Blot tertidur, dan terbangun ketika penjaga kuburan memergokinya berada di dalam liang kubur. Setelah diperiksa, mayat tersebut terbukti telah diperkosa, dan Blot ditahan. Dalam persidangan dengan enteng ia berkata, "Setiap laki-laki punya selera sendiri soal seks. Selera saya sih pada mayat."
Pemberlakukan UU anti necrophilia di California, disambut gembira sejumlah pihak, diantaranya Prof Tyler Ochoa, dari Santa Clara University School of Law yang sudah lama menggeluti kasus-kasus necrophilia.
"Beberapa kejadian selama 10 tahun terakhir cukup untuk mengeluarkan peraturan dalam bentuk UU yang menyatakan dengan tegas necrophilia melanggar hukum," katanya.
"Selama ini, jaksa tak punya "senjata" apapun untuk menuntut pelaku necrophilia. Kasus semacam ini biasanya dibatalkan dan dicatat saja," lanjut Ochoa. Namun diakuinya, kasus ini cukup sulit ditangani bila melibatkan orang-orang yang bekerja di perusahaan pemakaman atau kamar mayat. (zrp/Reuters/berbagai sumber)