Tampilkan postingan dengan label Kebahasaan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kebahasaan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Juni 2011

Bahasa Indonesia dalam Komunikasi


Dapat kita rasakan betapa pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komuniksi, tentunya semua orang akan menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh total bila tanpa bahasa. Begitu pula melalui bahasa, kebudayaan suatu bangsa dapat dibentuk, dibina dan dikembangkan serta dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Komunikasi melalui bahasa ini juga memungkinkan setiap orang untuk dapat menyesuaikan dirinya terhadap lingkungannya.

Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang mempergunakan bunyi ujaran yang bersifat arbitrer, yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Akibatnya dalam masyarakat apabila tidak menggunakan bahasa sebagai alat untuk berinteraksi maka akan banyak terjadi persepsi dan akan mengakibatkan perselisihan, permusuhan dan perpecahan. Selain itu fungsi dari bahasa itu sendiri selain untuk alat komunikasi yakni sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, sebagai alat integrasi dan adaptasi dengan lingkungan sosial, dan sebagai alat mengadakan kontrol sosial. Satu hal yang perlu diingat bahwa manusia tidak bisa melangsungkan hidupnya dengan sendiri, karena manusia adalah mahkluk sosial. Yang Saling membutuhkan bantuan dan pertolongan dari manusia lain agar dapat melengsungkan hidupnya dengan baik.

Negara kita Indonesia banyak sekali memiliki pulau, ras, kebudayaan dan yang paling penting adalah kaya akan bahasa. Hal inilah yang menjadikan bangsa kita menjadi beragam, dan memiliki aturan atau adat tertentu yang telah ditentukan. Perselisihan sangat mungkin terjadi apabila kurang adanya kesadaran tentang rasa persatuan dan rasa kekeluargaan. Ini semua menjadi tantangan bagi bagsa kita, bagaimana upaya yang dilakukan agar hal tersebut tidak terjadi. Para pendahulu kita terutama pahlawan yang memerdekakan bangsa kita telah berfikir panjang tentang hal itu. Karena telah disadari oleh mereka memiliki bangsa yang luas dan beragam dari segala sisi akan sulit sekali mempersatukannya. Maka timbulah gagasan baru tentang bahasa persatuan untuk menyatukan bangsa ini, pada tanggal 28 Oktober para pemuda menyatakan sumpahnya yang salah satu isinya menyatakan bahwa menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ini merupakan terobosan yang perlu kita junjujng tinggi, karena dengan adanya bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi maka akan memperkecil kemungkinan adanya perpecahan antara penduduk di Indonesia yang berlainan kebudayaan dan bahasa tentunya.

Sebagai pemuda harapan bangsa kita dituntut untuk saling menjaga apa yang telah diamanatkan oleh para pendahulu kita, yakni menggunakan Bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Terutama bagi kalangan mahasiswa yang nantinya akan menjadi guru, sangat dituntut agar dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam proses belajar mengajar di kelas. Dengan demikian apa yang ingin dan telah disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik. Selain itu, untuk menjadi penengah antara kebudayaan yang beragam dari bangsa kita, maka sangat penting sekali kita menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi. Besar manfaatnya apabila menerapkan hal tersebut, karena selain untuk menghindari perpecahan dapat juga dapat menimbulkan rasa saling menghargai antara kebudayaan yang lain dan bahkan ingin mengetahui secara dalam tentang sejarah kebudayaan tersebut.

Kemahiran berbahasa bertujuan untuk memperlancar komunikasi yang jelas dan teratur dengan semua anggota masyarakat. Dengan hal tersebut memungkinkan terpeliharanya tatanan sosial, adat-istiadat, kebiasaan melalui pengkhususan dari fungsi komunikasi. Jadi yang perlu diingat dari kemahiran berbahasa adalah pemakaian bahasa secara baik untuk kepentingan tiap individu dalam masyarakat dan untuk kebaikan umat manusia itu sendiri.

Sabtu, 04 Juni 2011

Perubahan, Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa

Perubahan Bahasa
Perubahan bahasa lazim diartikan sebagai adanya perubahan kaidah, entah kaidahnya itu direvisi, kaidahnya menghilang, atau munculnya kaidah baru dan semuanya itu dapat terjadi pada semua tataran linguistik: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon. Pada bahasa-bahasa yang sudah mempunyai sejarah panjang tentu perubahan-perubahan itu sudah terjadi berangsur dan bertahap. Di sini karena tujuan kita bukan untuk membicarakan perubahan itu secara terperinci, melainkann hanya untuk menunjukan adanya bukti perubahan, maka hanya akan dibicararakan adanya perubahan itu dalam satu tingkat saja, tanpa memperhatikan kapan perubahan itu terjadi.

1)      Perubahan Fonologi
      Perubahan fonologis dalam bahasa Inggris ada juga yang berupa penambahan fonem. Bahasa inggris kuno  dan pertengahan tidak mengenal fonem /z/. lalu ketika terserap kata-kata seperti azure, measure, rouge dari bahasa prancis, maka fonem /z/ tersebut ditambahkan dalam khazanah fonem bahasa inggris. Perubahan bunyi dalam sistem fonologi bahasa indonesiapun dapat kita lihat. Sebelum berlakunya EYD, fonem /f/, /x/, dan /s/ belum dimasukan dalam khazanah fonem bahasa Indonesia; tetapi kini ketiga fonem itu telah menjadi bagian khazanah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia lama hanya mengenal empat pola silabel, yaitu V, VK, KV, dan KVK; tetapi kini pola KKV, KKVK, KVKK telah pula menjadi pola silabel dalam bahasa Indonesia.

2)      Perubahan Morfologi
Perubahan bahasa dapat juga terjadi dalam bidang morfologin yakni dalam proses pembentukan kata. Umpamanya, dalam bahasa Indonesia ada proses penasalan dalam proses pembentukan kata dengan prifeks me-  da pe-. Kaidahnya adalah: (1) apabila kedua prifeks itu diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /I/, /r/, /w/, dan /y/ tidak terjadi penasalan; (2) kalau diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /b/ dan /p/ diberi nasal /na/; (3) kalau diimbuhkan pada kata yanmg dimulai denga konsonan /d/ dan /t/ diberi nasal /n/; (4) kalai diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /s/ diberi nasal /ny/; dan bila diimbuhkan pada kata yang dimulai dengan konsonan /g/, /k/, /h/, dan semua vocal diberi nasal /ng/.

3)      Perubahan Sintaksis
Perubahan kaidah sintaksis dalam bahasa Indonesia juga dapat kita saksikan. Umpamanya, menurut kaidah sintaksis yangberlaku sebuah kalimat aktif transitif harus selalu mempunyai objek; atau dengan rumusan lain, setiap kata kerja aktif transitif harus selalu diikuti oleh objek. Tetapi dewasa ini kalimat aktif transitif banyak yang tidak dilengkapi objek, seperti:
-          Reporter anda melaporkan dari tempat kejadian.
-          Pertunjukan itu sangat mengecewakan.
-          Sekretaris itu sedang mengetik di ruangannya.
-          Dia mulai menulis sejak duduk di bangku SMP.
-          Kakek sudah makan, tetapi belum minum.

4)      Perubahan Kosakata
      Perubahan bahasa yang paling mudah terlihat adalah pada bidang kosakata. Perubahan kosakata dapat berarti bertambahnya kosakatanya baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata. Bahasa inggris yang diperkirakan memiliki lebih dari 60.000 kosakata adalah “berkat” penambahan kata-kata baru dari berbagai sumber bahasa lain, yang telah berlangsung sejak belasan abad yang lalu. Sedangkan bahasa Indonesia yang kabarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki sekitar 65.000 kosakata (dalam kamus poerwadarminta hanya terdapat 23.000 kosakata) adalah juga berkat tambahan berbagai sumber, termasuk bahasa-bahasa asing dan bahasa-bahasa nusantara.

5)      Perubahan Semantik
Perubahan semantik yang umumnya adalah berupa perubahan pada makna butir-butir leksikal yang mungkin berubah total, meluas, atau juga menyempit. Perubahan yang bersifat total, maksudnya, kalau pada waktu dulu kata itu, mialnya, bermakna ‘A’, maka kini atau kemudian menjadi bermakna ‘B’.
     
     Perubahan makna yang sifatnya meluas (broadening), maksudnya dulu kata tersebut hanya memiliki satu makna, tetapi kini memiliki lebih dari satu makna. Dalam bahasa inggris kata holiday asalnya hanya bermakna ‘hari sucu (yang berkenaan dengan agama)’, tetapi kini bertambah dengan makna ‘hari libur’,.
     
      Perubahan makna yang menyempit, artinya kalau pada umumya kata itu memiliki makna yang luas, tetapi kini menjadi lebih sempit maknanya. Umpamanya, kata sarjana dalam bahasa Indonesia pada mulanya bermakna ‘orang cerdik pandai’, tetapi kini hanya bermakna ‘orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi’.

Pergeseran Bahasa
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur kain. Kalau seorang atau sekelompokorang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka, maka akan terjadilah pergeseran bahasa ini.

Pemertahanan Bahasa
Dari pembicaraan di atas dapat disaksikan bahwa penggunaan B1 oleh sejumlah penutur dari suatu masyarakat yang bilingual atau multilingual cenderung menurun akibat adanya B2 yang mempunyai fungsi yang lbih superior. Dalam kasus yang dilaporkan Danie (1987) kita lihat menurunnya pemakaian beberapa bahasa daerah di Minahasa Timur adalah karena pengaruh penggunaan bahasa melayu manado yang mempunyai prestise yang lebih tinggi dan penggunaan bahasa Indonesia yang jangkauan pemakaiannya bersifat nasional. Namun, adakalanya penggunaan B1 yang jumlah penutur-penuturnya tidak banyak dapat bertahan terhadap pengaruh penggunaan B2 yang lebih dominant.

Minggu, 29 Mei 2011

Sumber dan Proses Kesalahan Berbahasa

1. SUMBER KESALAHAN BERBAHASA
Gambaran kasar tentang sumber kesalahan berbahasa itu benar-benar merupakan faktor yang signifikan bagi guru untuk memahami sistem pembelajaran bahasa siswa. Artinya, dengan mengetahui gejala-gejala yang muncul dalam bentuk kesalahan berbahasa, anda dapat menyimpulkan bagaimana sebnarnya anak-anak iu belajar bahasa (Dulay, dkk., 1982). Misalnya anda mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung makna leksikal akan dikuasai lebih dulu oleh anak dari pada kata-kata yang mempunyai makna gramatikal. Kata dari pada, karena, dengan, bahwa, maka, oleh dan sebagainya merupakan kata-kata yang mengandung makna gramatikal. Kata-kata semacam itu mengandung makna leksikal. Apa makna leksikal itu? Maknanya tidak ada. Anda ambil saja kata dari pada. Apa maknanya? Kata iu hanya mempunyai makna dalam konteks gramatikal. Maknanya dalam konteks gramatikal ialah untuk menyatakan perbandingan. Kata-kata semacam itu baru memperoleh maknnya dalam proses tata bahasa. Kata-kata semacam itu disebut deiksis, yakni kata yang rujukannya berubah-ubah dengan pembicara dan konteksnya (Purwo, 1985), ternyata juga sulit dikuasai anak.

Berdasarkan gambaran kasar tentang sumber kesalahan berbahasa itu dapat dilihat bahwa sumber kesalahan berbahasa meliputi (1) transfer interlingual dan (2) transfer intralingual (cf. Brown, 1080).
a)      Transfer Interlingual
Tahap awal pembelajaran bahasa lazimnya ditandai oleh transfer interlingual, yakin pemindahan unsur-unsur bahasa pertama atau bahasa ibu ke dalam bahasa kedua atau bahasa yang sedang dipelajari siswa.

b)      Transfer Intralingual
Sumber kesalahan berbahasa dapat dilacak dari sistem kedua yang dipelajari siswa. Berdasarkan hasil penelitian, tampak bahwa sumber kesalahn ini merupakan kesalahan terbesar. Bahasa pertama atau bahasa ibu yang sering ditunduh sebagai sumber kesalahan terbesar berbahasa kedua itu ternyata hanya menjadi faktor penyebab yang kecil saja, yakni kira-kira 13 persen, sedangkan selebihnya adalah sumber dari sistem bahasa kedua itu sendiri (Dulay, 1982).

Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi karena transfer intralingual itu diantaranya sebagai berikut :
a.      Penghilangan morfem-morfem gramatikal
      Termasuk ke dalam morfem gramatikal yang sering di hilangkan ialah:
(1)   Penghilangan awalan me- dan ber- dalam bentuk-bentuk bahasa Indonesia.
(2)   Penghilangan akhiran -kan.
(3)   Penghilangan partikel.
b.      Penandaan ganda atau penggunaan unsure secara berlebihan
      Termasuk ke dalam bentuk ini di antaranya ialah:
(1)   Penggunaan gaya bahasa tautology, yakni penggunaan kata yang sama atau kata yang mirip maknanya secara bersamaan.
(2)   Penggunaan gaya bahasa pleonasme.
(3)   Penggunaan kata dari dan dari pada untuk menyatakan kepunyaan.
c.      Kesalahan menyusun bentuk dalam sebuah kontruksi.

2. PROSES KESALAHAN BERBAHASA
Proses kesalahan berbahasa berbeda dengan sumber kesalahan berbahasa. Sumber kesalahan berbahasa akan melacakdari mana asal-usul kesalahan berbahasa itu; faktor apa yang menyebabkan atau yang mencari sumber terjadinya kesalahan berbahasa. Tetapi, proses kesalahan berbahasa akan lebih menekankan bagaimana runtutan perubahan peristiwa dalam kesalahan berbahasa itu dan bukan pada sumber ksalahan. Dalam pembicaraan tentang topik sumber kesalahan berbahasa, transfer bahasa digunakan sebagai sarana untuk mengetahui sumbr kesalahan berbahasa. Sumber kesalahan berbahasa itu ialah bahasa pertama pembelajar maupun bahasa kedua yang sedang di pelajarinya. Transfer bahasa dalam proses kesalahan berbahasa akan berbicara tentang proses terjadinya kesalahan, khususnya yang ditransfer dari bahasa pertama pembelajar.

a)      Transfer Bahasa
Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh proses transfer bahasa, yakni adanya kecendrungan pembelajar memindahkan unsur bunyi, bentuk, arti, dan bahkan budaya bahasa yang telah dikuasainya ke dalam bahasa sasaran atau bahasa yang sedang dipelajarinya. Transfer itu dapat besifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Bersifat positif apabila unsur yang ditransfer itu memang sama. Artinya kaidah-kaidah bahasa pertama yang ditansfer itu sama dengan kaidah bahasa kedua. Dalam hal semacam itu, akan terjadi fasilitasi atau kemudahan dalam berbahasa. Tetapi, transfer dapat juga bersifat negative, yakni apabila unsu bahasa pertama yang ditransfer itu berbeda dengan kaidah sasaran atau bahasa yang sedang dipelajari siswa.

b) Transfer Proses Pelatihan
Pelatihan yang diberikan oleh guru atau buku ajar dapat menyebabkan terjadinya kesalahan. Proses kesalahan dapat berupa pengaruh pelatihan yang kurang baik yang diberikan oleh guru ataupun buku ajar. Dalam kelas, misalnya guru memberikan penjelasan atau pelatihanyang keliru atau kurang jelas bagi siswannya. Penubian (drill) tak berkonteks baik, yang tak bermakna banyak mendorong kearah kesalahan itu.

c)   Strategi Belajar Bahasa Kedua
Tataran belajar yang paling tinggi menurut Gagne (1965) ialah pemecahan masalah. Tataran tertinggi itu mengplikasikan kognitif yang aktif atas butir-butir konsep, prinsip, dan masalah.

Dalam belajar bahasa kita dapat membedakan dua kategori dasar strategi, yakni strategi belajar dan strategi komunikasi. Stretegi belajar adalah metode untuk menyerap dan menyimpan informasi untuk kemudian diingat kembali. Strategi komunikasi adalah metode untuk mencapai komunikasi tentang encoding atau pengungkapan makna dalam sebuah bahasa. Kedua tipe strategi itu berbeda dalam manifestasinya, tetapi jelas ada hubungan yang kuat antara keduanya.

John Dewey (dalam Brown, 1980) menggambarkan bahwa proses pemecahan masalah yang merupakan salah bentuk belajar itu merupakan serangkaian tahapan waktu yang berurutan yang terdiri atas lima tahap, yakni:
1)      Tahap keraguan, kebingungan, frustasi kognitif, atau kesadaran akan adanya kesulitan.
2)      Upaya untuk mengidentifikasi masalah, termasuk perencanaan tujuan yang kurang khusus, kesenjangan yang harus diisi, tujuan yang harus dicapai, seperti yang ditentukan oleh situasi yang muncul dari masalah.
3)      Menghubungkan kesemuanya itu dengan struktur kognitif, mengaktifkan latar ide yang gayut (relevan) dan pemecahan awal masalah yang dicari, yang kemudian direorganisasikan (transformasi) ke dalam proposisi pemecahan masalah atau hipotesis.
4)      Pengujian hipotesis dan perumusan kembali masalah jika perlu.
5)      Menyatukan pemecahan yang baik ke dalam pemahaman dan menerapkannya ke dalam masalah yang dihadapi dan masalah lain yang mirip atau serupa.

Dalam belajar bahasa kedua, pembelajar mempunyai strategi tertentu. Bahkan dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa pembelajar mempunyai urutan dalam pemerolehan bahasa (Krashen, 1981).

Brow (1980) mengatakan bahwa strategi belajar bahasa itu pada hakikatnya terdiri atas transfer, interferensi, generalisasi (perampatan0, dan simplikasi (penyederhanaan).

Transfer tampaknya dapat juga ditinjau dari berbagai sudut. Ia dapat merupakan sumber, proses kesalahan, dan dapat pula merupakan strategi belajar. Seperti sudah dijelaskan pada awal kegiatan belajar ini strategi belajar bahasa tidak lain adalah metode untuk menyerap dan menyimpan butir tertentu yang kemudian akan diingat kembali.
a)      Transfer dan inteferensi
Transfer merupakan istilah umum menggambarkan peristiwa terbawanya pengetahuan sebelumnya daam peristiwa besar. Transfer positif terjadi apabila pengetahuan awal seseorang itu cocok dengan hal yang baru yang akan dipelajarinya. Yakni apabila pengetahuan ,awal itu dapat digunakan secara benar untuk materi yang dipelajari sekarang. Transfer negative terjadi apabila pengetahuan awal pembelajar itu mengganggu tugas belajar selanjutnya. Artinya, pengetahuan awal itu kurang cocok apabila diterapkan dalam situasi yang baru. Yang terakhir itu dapat disebut sebagai interferensi. Interferensi itu sering menimbulkan kesulitan dalam belajar.
b)      General dan Simplifikasi
Generalisasi merupakan strategi rumit yang dianggap penting dalam upaya belajar. Menggenarilasikan artinya atau menurunkan kaidah, hukum, aturan, simplan, dari observasi tertentu. Prinsip generalisasi dapat dijelaskan oleh konsep belajar bermakna. Sesungguhnya belajar bermakna itu adalah generalisasi. Butir-butir dikelompokan untuk retensi yang bermakna. Belajar yang dilakukan manusia banyak yang merupakan generalisasi.belajar konsep pada masa awal masa kanak-kanak pada hakikatnya merupakan proses generalisasi.

Simplikasi merupakan istilah yang sering digunakan dalam pembicaraan pemerolehan bahasa kedua. Dalam hal tertentu, semua cara belajar manusia itu merupakan simplikasi, proses untuk menyederhanakan. Artinya, mereduksikan peristiwa-peristiwa ke dalam denominator umum, mereduksinya sebagai beberapa bagian atau cirri yang ditentukan. Belajar bermakna adalah simplikasi, sebuah proses menyimpan butir sehingga beberapa ciri dalam urutan yang lebih tinggi diarahkan ke beberapa ciri yang lebih rendah. Simplikasi itu bersinonim dengan generalisasi. Tetapi, simplikasi dapat dapat dikontraskan dengan kompleksifikasi, yakni tindakan menemukan butir-butir dari keseluruhan atau bahkan bagian-bagian yang tidak cocok untuk keseluruhan. Komplekasifikasi diperlukan untuk mencegah kecendrungan terjadinya simplikasi yang berlebihan.

d. Strategi Komunikasi
Proses kesalahan berbahasa yang lain ialah strategi komunikasi yang digunakan pembelajar untuk berkomunikasi dengan orang lain. Strategi komunikasi merupakan upaya sistematis untuk mengekspresikan makna dalam bahasa sasaran di mana pembicara harus bergabung dengan bentuk bahasa dan fungsinya.
            Jenis strategi komunikasi itu di antaranya adalah:
(1)   Penghilangan
Penghilangan merupakan strategi yang digunakan oleh pembelajar ketika pembelajar mengalami kesulitan menemukan bentuk bahasa yang tepat untuk berkomunikasi. Strategi penghilangan menimbulkan kesalahan penghilangn pada berbagai tataran, yakni penghilangan bunyi, penghilangan bentuk, penghilangan fungsi kalimat, dan penghilangan kata.

(2)   Pola hafalan
Ada pola-pola awal yang kadang-kadang dihafalkan begitu saja oleh pembelajar. Pola-pola semacam itu digunakan untuk keperluan-keperluan yang mendadak. Misalnya pembelajar menghafalkan pola-pola untuk berkomunikasi ketika berkenalan, ketika ada di kelas, ketika bertemu dengan orang asing, ketika berbelanja ke toko, dan sebagainya. Untuk keperluan semacam itu telah disediakan pola-pola tertentu yang dianggap santun, yang dianggap benar, yang dianggap baku.

(3)   Kepribadian
Kepribadian seseorang atau gaya kognitif dapat menyebabkan terjadinya kesalahan berbahasa. Seseorang yang mempunyai gaya yang refleksi atau konservatif mungkin menghasilkan tuturan yang penuh keraguaan. Dari tuturannya yang ragu-ragu dapat saja kesalahan muncul. Kesalahan itu mungkin berupa kesalahan menerapkan kaidah-kaidah bahasa yang sebenarnya sudah dikuasainya.pribadi yang demikian itu dapat juga menghasilkan kesalahan yang disebabkan oleh formalitas yang berlebihan.

(4)   Pertimbangan dari ahli atau sumber
Strategi komunikasi yang lain adalah minta pertimbangan langsung kepada orang yang berwewenang, misalnya ahli, penutur asli, atau bahkan kamus bahasa.

(5)   Alih kode
Strategi komunikasi yang lain dapat saja pembelajar itu langsung alih kode, artinya bahasa ketika sedang berbicara dalam bahasa tertentu.

Sabtu, 07 Mei 2011

Membaca Interpretatif

Membaca interpretatif bertujuan agar para siswa mampu menginterpretasi atau menafsirkan maksud pengarang, apakah karangan itu fakta atau fiksi, sifat-sifat tokoh, reaksi emosional, gaya bahasa dan bahasa kiasan, serta dampak-dampak cerita tersebut terhadap pembaca.

A. Maksud Pengarang
Seorang pengarang menulis sesuatu utuk dibaca orang lain. Pengarang sebenarnya mempunyai maksud tertentu dengan karya itu, oleh sebab itu perlu kita ketahui terlebih dahulu ragam-ragan tulisan.

Secara garis besarnya karya tulis dapat berupa:
1.      Narasi
2.      Deskrepsi
3.      Persuasi
4.      Eksposisi(tarigan)

1. Tulisan Bernada Akrab
            Tulisan ini bersifat pribadi yaitu suatu bentuk tulisan yang memnberikan sesuatu yang paling menyenangkan dalam perjalanan diri penulis. Peranan yang paling penting dari tulisan pribadi adalah nilai yang terkandung didalamnya. Penulis akan lebih sadar akan kehidupan itu sebab pikiran-pikiran mengenai kehidupan telah dilestarikan kedalam kata-kata.
            Tulisan pribadi dapat berbentik buku harian(diary) catatan harian (journal), cerita tak resmi, suray, dan puisi.
            Tulisan pribadi ditandai oleh:
1.      Bahasa yang alamiah, wajar, biasa, sederhana.
2.      Ujaran yang normal, lincah, kalimat yang biasa dipakai sehari-hari.
Karena bebas dari sifat keresmian, maka tulisan pribadi harus:
a.       Hidup, bersemangat
b.      Lincah, cermelang
c.       Menarik, memikat, mempesona
d.      Menyegarkan
tulisan pribadi dapat berbentuk:
a.       Buku harian, catatan harian
b.      Cerita otobiografi
c.       Lelucon otobiografi
d.      Esai pribadi

2. Tulisan Bernada Penerangan
            Tulisan bernada penerangan bersifat informatif dan membuahkan tulisan yang bersifat deskriptif, bersifat memerikan. Memerikan berarti melukiskan, memaparkan adanya, tanpa menambahi mengurangi keadaan sebenarnya. Karya ini bertujuan mengajak para pembaca bersama-sama menikmati, merasakan,memahami dengan sebaik-baiknya obyek,adegan, pribadi, atau suasana hati yang dialami penulis. Deskrepsi atau pemerian bermaksud menjelaskan, menerangkan ,minat pembaca.
            Dilihat dari bentuknya maka karya tulis pemerian dapat dibagi atas:
  1. pemerian factual
  2. pemerian pribadi
3. Tulisan Bernada Penjelasan
            Tulisan yangbernada penjelasan disebut tulisan penyingkapan berbeda dari tulisan yang bernada penerangan,karena tujuannya tidak hanya menceritakan, memeriakan,ataupun meyakinkan tetapi justru menjelaskan sesuatu pada pembaca.

4. Tulisan Bernada Mendebat   
            Pengarang menggunakan nada debat atau argumentasi maka hasilnya karya tulis persuasive. Persuasive bertujuan meyakinkan pembaca. Untuk mencapai tujuan itu dituntut beberapa kualitas:
  1. Tulisan persuasif harus jelas dan tertib.
  2. Tulisan persuasif  harus hidup dan bersemangat.
  3. Tulisan persuasif harus beralasan kuat, mempunyai argument-argumen yang logis.
  4. Tulisan persuasif  harus bersifat dramatik
5. Tulisan Bernada Mengkritik
            Tulisan yang bernada mengkritik bertujuan menilai atau mengevaluasi karya sastra, agar dapat membawa kritik yang baik. Banyak orang berprasangka jelek terhadap karya sastra. Analisis kritia kita maksudkan suatu upaya yang memacu pada pembuatan pertimbangan atau pengambilan keputusan evaluasi yang dilakukan secara matang, teliti, dan tidak berat sebelah.
            Tanpa membaca karya sastra, tidak mungkin membiat analisis kritis yang memuaskn. Kegiatan diskusi sastra secara analisis dapat meningkatkan keterampilan membaca dan menulis.

6. Tulisan Bernada Kewenangan
            Tulisan bernada kewenangan atau otoritatif menghasilkan karya ilmiah. Tujuan karya ilmiah yanga bernada otoritatif ini ialah mencapai suatu gelar tertentu. Secara garis besar ada tiga jenis karya ilmiah, dengan masing-masing kewenangan tertentu:
a.       Skripsi untuk mencapai sarjana muda
b.      Tesis untuk mencapai gelar sarjana
c.       Disertasi untuk mencapai gelar doctor
Tahap yang dilalui tulisan ilmiah sebagai berikut:
            1. Memilih topic
            2. Membaca pendahuluan
            3. Menentukan bibliografi pendahuluan
            4. Membuat kerangka pendahuluan..
            5. Membuat catatan
            6. Menyusun kerangka akhir
            7. Menyusun naskah pertama
            8. Mengadakan revisi
            9. Menyusun naskah akhir
            10. Mengoreksi cetakan percobaan
            11. mencetak karya tersebut (Adelstein dan Prival,1976;521; klammer; 1978;83)


B. Fakta atau fiksi
            Membaca interpretatif adalah mengenal perbedaan antara fakta dan fiksi. Pasda tahap pertma, konsep-konsep fantasi dan realitas diperkenalkan dan dijelasakan dengan ilustrasi, kontras serta membedakan kedua tipe sastra tersebut. Pada tahap kedua, para siswa diajarkan perbedaan anatara fiksi dan non-fiksi dan diterangkan cara-cara menggunakan sumber-sumber ekste4rnal untuk menentukan realitas orang, tempat dan peristiea-peristiwa dalam cerita.
            Dalam penulisan cerita fiksi perlu diperhatikan prinsip-prinsip teknis sebagai berikut :
a)      Permulaan dan eksposisi
b)      Pemerian dan latar
c)      Suasana
d)     Pilihan dan saran
e)      Saat penting
f)       Klimaks
g)      Konflik
h)      Komplikasi
i)        Pola atau model
j)        Kesudahan, kesimpulan
k)      Tokoh dan aksi
l)        Pusat minat
m)    Pusat tokoh
n)      Pusat narasi
o)      Jarak skala
p)      Langkah (Brooks and Wareen ; 1959 :644-8)
khusus bagi fiksi cerita pendek, maka unsur-unsur berikut ini harus dimiliki :
a)      Tema
b)      Plot, perangkap atau konflik dramatic
c)      Pelukisan watak
d)     Ketegangan dan pembayangan
e)      Kesegaran dan suasana
f)       Sudut pandang (point of view)
g)      Focus terbatas dan kesatuan (lubis, 1960 : 14).

C. Sifat-sifat tokoh
            Membaca interpretatif adalah keterampilan menafsirkan sifat-sifat, cirri-ciri tokoh atau character traits. Kata cirri, sifat atau trait disini mengandung pengertian yang mengacu kepada jenis-jenis karakteristik luar yang kongkrit yang mencerminkan kebiasaan, tingkah laku sehari-hari yang bersifat refleksi, tidak menunjukan kecendrungan yang mengandung motifasi tertentu. Cirri-ciri seorang tokoh berdasar tindakan atau tingkah lakunya itu mungkin saja dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimilikinya. Berupaya mengenali sifat-sifat tokoh, menemukan peristiwa atau kejadian yang dapat menunjang pendapat mereka danmembuat ramalan-ramalan mengenai tingkah laku tokoh-tokoh tertentu berdasarkan pengetahuanmereka mengenai sifat-sifat para tokoh tersebut (Otto & Chester, 1976 : 159).
            Bobot hakkat kemanusian diekspresikan sebagai :
a)      Kebutuhan-kebutuhan akan hubungan
b)      Transendens (berpisah dari orang lain dan benda)
c)      Identitas (mengenali atau mengetahui)
d)     Kerangka acuan (mempunyai cara yang stabil)
Berdasarkan klasifikasi ciri-cirinya, maka setiap pribadi mempunyai orientasi tertentu diantaranya sebagai berikut :
a)      Orientasi reseptif (menerima apa saja)
b)      Orientasi eksploitatif ( Orientasi yang bersifat memeras, mengisap)
c)      Orientasi penimbunan (orientasi yang bersifat menumpik, menimbun)
d)     Orientasi perdagangan
e)      Orientasi produktif

D. Reaksi Emosional
            Kegiatan membaca interpretative adalah melatih keterampilan menafsirkan reaksi emosional Sesutu karya tulis. Disini dipusatkan pada dua aspek reaksi emosional, yaitu :
a)      Reaksi omosional sang pembaca pada anbea tipe karya sastra
b)      Reaksi-reaksi omosional terhadap para tokoh di dalam karya sastra.

Mengenal reaksi-reaksi emosional para tokoh dalam cerita-cerita yang mereka baca serta menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan antara reaksi-reaksi para tokoh fiktif itu dengan reaksi-reaksi mereka sendiri. Emosi mempengaruhi kita dalam kehidupan, baik dalam penyesuaian diri secara perorangan maupun secra kelompok. Mengenai hal ini ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
a)      Emosi dapat menambah kesenangan terhadap pengalaman sehari-hari
b)      Emosi mempersiapkan tibuh kita untuk peran tertentu
c)      Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motoris
d)     Emosi dapat bertindak sebagai suatu bentuk komunikasi
e)      Emosi dapat mengganggu kegiatan-kegiatan mental
f)       Emosi dapat bertindak sebagai sumber-sumber penilaian osial dan penilaian diri sendiri
g)      Emosi dapat mewarnai pandangan dan harapan anak-anak terhadap hidup ini
h)      Emosi mempengaruhi interaksi social
i)        Emosi meninggalkan dampaknya pada ekspresi wajah air muka dan mimic
j)        Emosi dapat memengaruhi iklim psikologis
k)      Responsi-responsi emosional kalau berlangsung berulang-ulang dapat berkembang menjadi kebiasaan
Ciri-ciri khas emosi-emosi tersebut atara lain :
a)      Emosi biasanya kuat, hebat berapi-api
b)      Emosi sering-sering kelihatan muncul
c)      Emosi biasanya bersifat sementara atau tidak kekal
d)     Response-responsi mencerminkan kepribadian
e)      Emosi sering berganti kekuatan
f)       Emosi dapat ditemukan dengan gejala-gejala tingkah laku

E. Gaya Bahasa
              Keterasmpilan dan kemampuan menafsirkan gaya bahasa dan bahasa kias merupakan butir kelima dari kegiatan membaca interpretatif. Bahasa diperluas dengan cara memper6kenalkan makna-makna konotatif dan denotative eufenisme da pola-pola bahasa sehari-hari. Melalui penganalisisan karya tulis orang lain dan karya kreatif mereka sendiri. Maka para siswa belajar memahami serta memanfaatkan bahasa imajinatif dengan lebih baik.
            Bahasa adalah suatu sarana interaksi social, fungsi utamanya adalah kominikasi, korelasi psikologis sesuatu bahasa adalah kompetesi atau kemampuan komunikasi, kemampuan melaksanakan interaksi social dengan bantuan bahasa. (Dik, 1979 : 5).
            Aspek retoris lainya dari peranan penulisan cerita adalah penggunaan bahasa untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasuif serta merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar sesama tokoh. Kemampuan penulis mempergunakan bahasa secara cermat dan tepat guna akan dapat menjelmakan suatu suasana yang berterus-terang atau satiris, simpatik atau menjengkelkan, objektif atau emosional.
            Kegunaan lain dari bahasa adalah untuk menandai tema seseorang tokoh. Para peulis dapat memanfaatkanbahasa untuk menghasilkan efek misik yang serupa itu dengan cara menyuruh seseorang tokoh agak sering mengulangi suatu frase yang ingin diperkenalkan. Keterampilan sang pengarang memanfaatkan bahasa untuk menciptakan nada dan suasana yang tepat guna, dapat memukau para pembaca. Berbagai gaya bahasa dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan sang pengarang, antara lain :
a)      aliterasi (pengulangan bunyi-bunyi yang sama)
b)      antanaklasis (pengulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda)
c)      antitesis (perbandingan dua buah kata yang berantonom, berlawanan makna)
d)     kiasmus (pengulangan serta infersi hubungan antara dua kata dalam kalimat)
e)      oksimoron (pembentukan suatu hubungan sintaksis antara dua buah antonm)
f)       paralipsis (suatu rumusan yang dipergunakan untuk mengumumkan bahwa seseorang tidak mengatakan yang tidak dikatakanya dalam kalimat itu sendiri)
g)      Paronomasia (penjajaran kata-kata yang bersamaan bunyi tetapi berbeda makna)
h)      Silepsis (penggunan sebuah kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan berpartisipasi dalam lebih dari satu kontruksi sintaksis)
i)        Zeugma (koordinasi keterbatasan dua kata yanf mempunyai makna yang berbeda)

F. Dampak Cerita
            Kegiatan membaca interpretatif menyangkut masalah dampak cerita cerita, suatu keterampilan meramalkan aneka dampak yang mungkin dihasilkan oleh sesuatu cerita. Keterampilan utama yang dituntut disini adalah keterampilan meramalan dalam pelbagai tahap yang terdapat dalam cerita apa yang terjadi berikutnya dan membimbing anak-anak untuk menyadari bahwa dalam setiap situasi tertentu mungkin saja terkandung sejumlah dampak yang masuk akal.
            Biasanya setiap cerita dapat dibagi atas lima bagian, yaitu :
a)      Situasi (pengarang mulai melikiskan suatu keadaan atau situasi)
b)      Generating circumstances (peristiwa yang bersangkutpaut, yang berkait-kaitan mulai bergerak)
c)      Rising action (keadaan mulai memuncak)
d)     Climax (peristiwa-peristiwa mulai memuncak)
e)      Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)
Pengartian setiap jenis tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Alur gerak
Dalam bahasa inggis alur gerak ini disebut the action plot. Alur disusun disekitar suatu masalah dan pemecahannya. Alur ini terutama sekali sering pada sastra popular, sastra massa.
2)      Alur pedih
Disebut the pathetic plot dalam bahasa inggris.Serangkaian musibah menimpa seorang pelaku utama yag cantik atau ganteng tetapi lemah. Cerita ini berakhir dengan kesedihan, kepedihan dan menimbulkan rasa kasihan dari para pembaca. Alur seperti ini umumnya terdapat pada novel-novel naturalis abad 19.
3)      Alur tragis atau the tragic plot
Sang pelaku utama, yang masih anteng dalam beberapa hal bertanggungjawab terhadap kemalangan yang menimpa dirinya sendiri, tetapi dia tidak mengetahui hal ini sejak semula. Karenanya, para pembaca mengalami kataris, rasa terharu.
4)      Alur penghukuman atau the punitive plot
Dalam alur ini sang pelaku utama tidak dapat menarik rasa simpati para pembaca, walaupun dia sebenarnya mengagumkan dalam bebrapa hal. Cerita berakhir dengan kegagalan sang pelaku utama.
5)      Alur sinis
Seorang tokoh utama, tokoh ini yang jahat memperoleh kekayaan pada akhir cerita, yang justru sepantasnya medapat hukuman.
6)      Alur sentimental
Seorang tokoh utama yang sering kali lemah mengalami serentetan kemalangan, tetapi justru memperoleh kemenangan atau kejayaan pada akhir cerita.
7)      Alur kekaguman atau the admiration plot
Tokoh utama yang kuat, gagah dan bertanggungjawab atas tindakan-tidakannya, mengalami serangkaian mara bahaya.
8)      Alur kedewasaan atau the maturing plot
Tokoh utama yang memang ganteng dan menarik justru tidak berpegalaman dan bersifat kekanak-kanakan.
9)      Alur perbaikan atau the reform plot
Tokoh utama sendiri bertanggung jawab penuh atas kemalangan-kemalangan yang mengganggu keriernya.
10)  Alur pengujian atau the testing plot
Tokoh itama ini sendiri meninggaalkan serta mengingkari cita-citanya sendiri.
11)  Alur pendidikan atau the education plot
Dalam alur ini terdapat perbaikan atau peningkatan tokoh utama. Alur ini agak mirip dengan alur kedewasaan, tetapi dalam hal ini perubahan batiniah tidak mempengaruhi prilaku sang tokoh.
12)  Alur penyingkapan rahasia atau revelation plot
Pada mulanya tokoh utama tidak mengetahui kondisinya sendiri. Lama kelamaan dalam proses jalannya cerita, sang tokoh dapat menyingkapi rahasia pribadinya sendiri.
13)  Alur perasaan saying atau the effective plot
Sikap dan keyakinan tokoh utama berubah, tetapi falsafah hidupnya tidak berubah
14)  Alur kekecewaan atau disillusionment plot
Sang tokoh kehilangan idamanya dan jatuh ke dalam jurang keputusasaannya. Pada akhir cerita, pembaca hanya sebentar saja bersimpati kepadanya, selanjutnya diliputi kekecewaan.

Selasa, 29 Maret 2011

Apa sih Bilingualisme dan Diglosia itu??

Mungkin banyak teman-teman ada yang masih bingung dengan pengertian bilingualisme dan diglosia, materi ini ada pada mata kuliah sosiolinguistik pada program studi bahasa dan sastra indonesia. Ini penjabaran dari bilingualisme dan diglosia...

A. Bilingualisme
Istilah bilingualisme (inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kdwibahasaan. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa ole4h soerang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey,1962: 12, fishman 1975:73). Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseoran harus menguasai kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B 1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B 2).

Setiap bahasa di dalam masyarakat bilingual itu tidak dapat secara bebas digunakan, melainkan harus diperhatikan fungsinya masing-masing. Umpamanya, di Indonesia penutur bilingual bahasa sunda (B1) – bahasa Indonesia (B2), hanya bisa menggunakan bahasa sundanya untuk percakapan yang bersifat kekeluargaan, dan tidak dapat menggunakannya untuk berbicara dalam siding DPR. Keadaan di dalam masyarakat di mana adanya pembeda penggunaan bahasa berdasarkan fungsinya atau peranannya masing-masing menurut konteks sosialnya, didalam sosiolinguistik dikenal dengan sebutan diglosia.

B. Diglosia
Kata diglosia berasal dari bahasa prancis diglossie, yang pernah digunakan oleh Marcais, seorang lingu Prancis: tetapi istilah itu menjadi terkenal dalam studi sosiolingustik setelah digunakan oleh seorang swarjana dari Stanford University, yaitu C.A. Ferguson tahun 1958 dalam suatu symposium tentang “Urbanisasi dan bahasa-bahasa standar” yang diselenggarakan oleh American Anthropological Association di Washinton DC. Kemudian Ferguson menjadikan lebih terkenal lagi istilah tersebut dengan sebuah artikelnya yang berjudul “diglosia”.

Ferguson menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat du variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Diglosia ini dijelaskan oleh Ferguson dengan mengetangahkan sembilan topik:
1)      Fungsi
Merupakan kriteria diglosia yang sangat pentin. Menurut ferguson dalam masyarakat diglosis terdapat dua variasi dari satu bahasa. Variasi pertama disebut dialek tinggi (disingkat dialek T atau ragam T), dan yang kedua disebut dialek rendah (disingkat dialek R atau ragam R).

2)      Prestise
Dalam masyarakat diglosis para penutur biasanya menggunakan dialek T lebih bergengsi, lebih superior, lebih terpandang, dan merupakan bahasa yang logis. Sedangkan dialek R dianggap inferior, malahan ada yang menolak keberadaannya.

3)      Warisan Kesusastraan
Pada tiga dari empat bahasa yang digunakan Ferguson sebagai contoh terdapat kesusastraan di mana ragam T yang digunakan dan dihormati oleh masyarakat bahasa tersebut. Kalau ada juga karya sastra kontemporer dengan menggunakan ragam T, maka dirasakan sebagai kelanjutan dari tradisi itu, yakni bahwa karya sastra harus dalam ragam T. tradisi kesusastraan yang selalu dalam ragam T ini (setidaknya dalam empat contoh di atas) menyebabkan kesusastraan itu tetap berakar, baik di Negara-negara berbahasa arab, bahasa yunani, bahasa prancis, dan bahasa jerman.

4)      Pemerolehan
Ragam T diperoleh dengan mempelajarinya dalam pendidikan formal, sedangkan ragam R diperoleh dari pergaulan dengan keluarga dan teman-teman sepergaulan.

5)      Standardisasi
 Ragam T dipandang sebagai ragam yang bergengsi, maka tidak mengherankan kalau standarisasi dilakukan terhadap ragam T tersebut melalui kodifikasi formal.

6)      Stabilitas
Kesetabilan dalam masyarakat diglosia biasanya telah berlangsung lama, dimana ada sebuah variasi bahasa yang dipertahankan eksistensinya dalam masyarakat itu.

7)      Gramatika
Dalam ragam T adanya kalimat-kalimat kompleks dengan sejumlah konstruksi subordinasi adalah hal yang biasa, tetapi dalam ragam R diangap artificial.

8)      Leksikon
Sebagian besar kosakata pada ragam T dan ragam R adalah sama. Namun, ada kosakata pada ragam T yang tidak ada pasangannya pada ragam R, atau sebaliknya.

9)      Fonologi
Dalam bidang fonologi ada perbedaan structural antara ragam T dan ragam R. Perbedaan tersebut bisa dekat bisa juga jauh.

 Pakar sosiologi yang lain, yakni Fasold (1984) mengembangkan konsep diglosia ini menjadi apa yang disebutkan broad diglosia (diglosia luas). Di dalam konsep  broad diglosia perbedaan itu tidak hanya antara du bahasa atau dua ragam atau dua dialek secara binern melainkan bisa lebih dari dua bahasa atau dua dialek itu. Dengan demikian termasuk juga keadaan masyarakat yang di dalamnya ada diperbedakan tingkatan fingsi kebahasaan, sehingga muncullah apa yang disebut Fasold diglosia ganda dalam bentuk yang disebut double overlapping diglosia, double-nested diglosia, dan linear polyglosia.

C. Kaitan Bilingualisme dan Diglosia
 Kalau diglosia diartikan sebagai adanya perbedaan fungsi atas penggunaan bahasa (terutama fungsi T dan R) dan bilingualisme adalah keadaan penggunaan dua bahasa secara bergantian dalam masyarakat. Adanya empat jenis hubungan antara bilingualisme dan diglosia, yaitu :
1)      Bilingualisme dan diglosia
2)      Bilingualisme tanpa diglosia
3)      Diglosia tanpa bilingualisme
4)      Tidak bilingualisme dan tidak diglosia