1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenal dystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.